BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Guru
merupakan salah satu komponen penting dalam sebuah sistem pendidikan. Guru
memegang peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan
kurikulum ( Mulyasa, dalam Syaodih, 1998: 13). Menurut Undang-undang Sisdiknas
tentang guru No. 20 Tahun 2003 pasal 39 menyatakan bahwa (1) guru merupakan
tenaga kependidikan bertugas melaksanakan tugas administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan
pada satuan pendidikan, (2) guru merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat terutama bagi pendidik dan perguruan tinggi ( Mulyasa, 2008 :
197).
Selain
guru sebagai perencana dan pengembang, ada berbagai peranan yang harus dilakukan oleh
guru diantaranya guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih,
penasihat, innovator, model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong
kreativitas, pembangkit pandangan, pemindah kemah, emansipator, dan guru
sebagai pengawet. Semua peranan guru sangat penting dan harus dimiliki serta
dilakukan oleh guru. Guru dikatakan berhasil jika dia mampu menjalankan
perannya dengan baik.
Terlepas dari pernana guru, terkadang guru
secara tidak sadar melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Sebagai manusia biasa, tentu saja guru tidak akan terlepas dari kesalahan baik
dalam berperilaku maupun dalam melaksanakan tugas pokoknya mengajar. Namun
demikian, bukan berarti kesalahn guru harus dibiarkan dan tidak dicarikan cara
pemecahannya. Guru harus mampu memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan
dirinya berbuat salah, dan yang paling penting adalah mengendalikan diri serta
menghindari dari kesalahan-kesalahan.
Dari
berbagai hasil kajian menunjukan bahwa sedikitnya terdapat tujuh kesalahan yang
sering dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Kesalahan tersebut adalah
mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, menunggu peserta didik berperilaku
negatif, menggunakan destruktif discipline, mengabaikan kebutuhan- kebutuhan
khusus (perbedaan individu) peserta didik,merasa diri paling pandai di
kelasnya, tidak adil (diskriminatif), serta memaksa hak peserta didik. Untuk
lebih jelasnya maka dalam makalah ini akan dijelakan beberapa hal yang
berkaitan dengan guru yaitu peranan guru dan kesalahan yang sering dilakukan
oleh guru.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa
pengertian guru?
2. Bagaimanakah
peranan guru dalam pembelajaran?
3. Apa
sajakah kesalahan guru yang sering dilakukan?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui dan memahami defenisi guru.
2. Untuk
mengetahui dan memahami peranan guru dalam pembelajaran.
3. Untuk
mengetahui dan memahami tujuh kesalahan guru yang sering dilakukan.
1.4 Batasan Masalah
Agar pokok
permasalahan dalam makalah ini tidak melebar maka perlu dibatasi dalam
pembahasaannya dimana hanya membahas tentang defenisi guru, peranan guru dan
tujuh kesalahan guru dalam proses pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAAN
3.1 Defenisi Guru
Sebutan guru sudah tidak asing lagi
dalam keseharian kita. Pada saat kata sekolah disebutkan, guru menjadi elemen
yang tak terpisahkan di dalamnya. Tanpa seorang guru, proses kegiatan sekolah
menjadi mandeg dan akan ditinggalkan
oleh anak didiknya. Guru mempunyai peran yang sangat signifikan dalam proses
pendidikan. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui apa yang
sebenarnya pengertian dari guru itu sendiri. Secara sederhana, guru diartikan sebagai
sesorang yang pekerjaannya adalah mengajar. Sedangkan menurut Drs. Moh. Uzer
Usman mengemukakan bahwa guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan
profesi khusus sebagai guru (Syatra, Nuni Yusvavera, 2013 : 55).
Berdasarkan pengertian dari beberapa
argumen tersebut, maka dapat dipahami bahwa guru pada prinsipnya merupakan
suatu profersi yang mempunyai keahlian tertentu, dimana masyarakat menempatkan
pada tempat yang lebih terhormat di lingkungnnya, karena dari seorang guru
diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Hal ini berarti, guru
berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia seutuhnnya
berdasarkan karakter budaya bangsa. Pada sisi lain, dengan melihat tugas dan
tanggung jawabnya, guru memiliki peran unik dan sangat kompleks dalam
mengembankan tugas sehingga fungsi guru paling utama adalah membimbiing anak
didik ke arah tujuan yang tegas (Syatra, Nuni Yusvavera, 2013: 56).
3.2 Peranan Guru dalam Pembelajaran
Semua
orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan
pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan
peserta didik untuk mewudujkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini
muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya
membutuhkan orang lain. Semua itu menunjukan bahwa setiap orang membutuhkan
orang lain dalam perkembangannya demikian halnya peserta didik, ketika orang
tua mendaftarkan anaknnya ke sekolah pada saat itu juga ia menaruh harapan
terhadap guru agar anaknya berkembang secara optimal.
Minat,
bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak
akan berkembang secara optimal tanpa adanya bantuan dari guru. Dalam kaitan ini
guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara satu
peserta didik dengan yang lainnya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Guru
memiliki jasa yang besar dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik. Guru harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan
belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan peserta didik
secara optimal. Dalam hal inib guru harus kreatif, profesional dan menyenagkan
dengan memposisikan diri sebagai berikut:
a. Orang
tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.
b. Teman,
tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.
c. Fasilitator
yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta didik sesuai minat,
kemampuan dan bakatnya.
d. Memberikan
sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahannya
yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
e. Memupuk
rasa percaya diri dan berani bertanggung jawab.
f. Membiasakan
peserta didik untuk saling berhubungan dengan orang lain secara wajar.
g. Mengembangkan
proses sosialisasi yang wajar antarpeserta didik, orang lain dan lingkungannya.
h. Mengembangkan
kreativitas
i.
Menjadi pembantu ketika diperlukan
Untuk memenuhi tuntutan di atas guru harus mampu
memaknai pembelajaran serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan
kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Ada beberapa peranan
guru dalam pembelajaran menurut (Mulyasa, 2009: 37-64) adalah sebagai berikut:
a.
Guru
sebagai pendidik
Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan,
dan identifikasi bagi peserta didik dan lingkungnnya. Oleh karena itu, guru
harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakub tanggung jawab,
wibawa, mandiri dan disiplin. Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus
mengetahui dan memahami nilai moral, sosial serta berusaha berperilaku dan
berbuat sesuai nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab
terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah dan masyarakat.
Berkenaan dengan wibawa guru harus
memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral,
sosial, dan intelektual dalam pribadinya serta memiliki kelebihan dalam
pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang
dikembangkan.
Guru juga harus mampu mengambil
keputusan secara mandiri (independent), terutama
dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan
kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan.
Guru harus mampu mengambil keputusan
secara cepat dan tepat waktu, tepat sasaran terutama berkaitan dengan masalah
pembelajaran dan peserta didik, tidak menunggu printah atasan atau kepala sekolah.
Sedangkan disiplin, dimaksudkan bahwa
guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas
kesadaran profesional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta
didik di sekolah terutama dalam pembelajaran.
b.
Guru
Sebagai Pengajar
Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula
guru telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas
dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang
sedang berkembang untuk mempelajarai sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk
kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari.
Berkembangnya teknologi mengubah para
guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi
fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan untuk belajar. Hal ini
dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyaknya buku dengan
harga relatif murah kecuali atas ulah guru. Di samping itu, peserta didik dapat
belajar dari berbagai sumber seperti radio, televisi, berbagai macam film
pembelajaran bahkan program internet. Derasnya arus informasi, serta cepatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan pertanyaan
terhadap tugas utama guru yang disebut mengajar. Masih perlukah seorang guru
mengajar di kelas seorang guru, menginformasikan, menjelaskan dan menerangkan?
Menanggapi hal tersebut, ada pendapat bahwa tak seorangpun dapat mengajarkan
sesuatu kepada orang lain dan peserta didik harus melakukan sendiri kegiatan belajar.
Pendapat ini diterima baik, tetapi bukan berarti guru tidak membantu kegiatan
belajar. Pertentangan tentang mengajar berdasar pada suatu unsur kebenaran yang
berangkat dari pendapat kuno yang menekankan bahwa mengajar berarti memberitahu
atau menyampaikan materi pembelajaran.
Kegiatan belajar peserta didik
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan
peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan
keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika faktor-faktor di atas dipenuhi,
maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Sehubungan
dengan itu, sebagai orang yang bertugas menjelaskan sesuatu, guru harus
berusaha membuat sesuatu, berusaha lebih terampil dalam menyelsaikan masalah.
Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran
sebagai berikut:
1. Membuat
ilustrasi; pada dasarnya ilustrasi menghubungkan sesuatu yang sedang dipelajari
peserta didik dengan sesuatu yang telah diketahuinya, dan pada waktu yang sama
memberikan tambahan pengalaman kepada mereka.
2. Mendefenisikan;
meletakkan sesuatu yang dipelajari secara jelas dan sederhana, dengan
menggunakan latihan dan pengalaman serta pengertian yang dimiliki oleh peserta
didik.
3. Menganalisis:
membahas masalah yang telah dipelajari bagian demi bagian sebagaimana orang
mengatakan “cuts the learning into
chewable bites”.
4. Mensintesis:
mengembalikan bagian-bagian yang telah dibahas ke dalam suatu konsep yang utuh
sehingga memiliki arti, hubungan antara bagia yang satu dan yang lain nampak
jelas dan setiap masalah itu tetap berhubungan dengan keseluruhan yang besar.
5. Bertanya:
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan tajam agar apa yang
dipelajari menjadi lebih jelas.
6. Merespons:
mereaksi atau menanggapi suatu pertanyaan peserta didik. Pembelajaran akan
lebih efektif jika guru dapat merespon setiap pertanyaan peserta didik.
7. Mendengarkan:
memahami peserta didik, dan berusaha menyederhanakan setiap masalah serta
membuat kesulitan nampak jelas bagi guru maupun peserta didik.
8. Menciptakan
kepercayaan: peserta didik akan memberikan kepercayaan terhadap keberhasilan
guru dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi diri.
9. Memberikan
pandangan yang bervariasi: melihat bahan yang dipelajari dari berbagai sudut
pandang dan melihat masalah dalam kombinasi yang bervariasi.
10. Menyediakan
media untuk mengkaji materi standar: memberikan pengalaman yang bervariasi
melalui medi pembelajaran, dan sumber belajar yang berhubungan dengan materi
standar.
11. Menyesuaikan
metode pembelajaran; menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan dan
tingkat perkembangan peserta didik serta menghubungkan materi baru dengan
sesuatu yang telah dipelajari.
12. Memberikan
nada perasaan: membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna, dan hidup melalui
antusias dan semangat.
c.
Guru
Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai
pembimbing perjalanan (journey). Soetjipto dan Raflis dalam Abu Ahmad (1997:
109) mengemukakan peran guru sebagai pembimbing dalam melaksanakan proses
belajar mengajar, sebagai berikut:
1. Menyediakan
kondisi-kondisi yang memungkinkan dimana, setiap siswa merasa aman dan
berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan
dan perhatian. Suasana yang demikian dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa.
2. Mengusahakan
agar siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat dan
pembawaannya.
3. Mengembangkan
sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang baik. Tingkah laku siswa yang
tidak matang dalam perkembangn sosialnya dapat merugikan dirinya sendiri maupun
teman-temannya.
4. Menyediakan
kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih
baik. Guru dapat memberikan fasilitas waktu, alat atau tempat bagi para siwa
untuk mengembangkan kemampuannya.
5. Membantu
memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minatnya. Berhubung
guru relatif lama bergaul dengan siswa, maka kesempatan tersebut dapat
dimanfaatkan untuk memahami potensi siswa. Guru dapat menunjukan arah minat
yang cocok dengan bakat dan kemampuannya. Melalui penyajian materi pelajaran,
usaha bimbingan usaha bimbingan tersebut dapat dilaksanakan. Di samping itu,
guru juga dapat melakukan tugas-tugas bimbingan dalam proses pembelajaran
sebagai berikut:
1. Melaksanakan
kegiatan diagnostik kesulitan belajar. Dalam hal ini guru mencari tahu atau
mengidentifikasi sumber-sumber kesulitan belajar yang dialamin oleh siswa,
dengan cara: (a) menandai siswa yang diperkirakan mengalami masalah, dengan
jalan melihat prestasi belajarnya yang paling rendah atau berada di bawah nilai
rata-rata kelasnya, (b) mengidentifikasi mata pelajaran dimana siswa mendapat
nilai rendah, (c) menelusuri bidang/bagian dimana siswa mengalami kesulitan
yang menyebabkan nilainya rendah. Dengan demikian, dapat ditemukan salah satu
sumber penyebab timbulnya kesulitan belajar, (d) melaksanakan tindak lanjut,
apakah perlu pelajaran tambahan, dengan bimbingan dari guru secara khusus, atau
tindakan-tindakan lainnya.
2. Guru
dapat memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan guru dapat
dialihtangankan kepada konselor yang ada di sekolah atau kepada ahli lain yang
dianggap bisa menangani masalah terserbut. Perlu diingat bahwa pembimbing yang
terdekat dengan siswa adalah guru (Oemar
Hamalik, 2010:124).
d.
Guru
Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran
memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga
menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi
dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan seorang
peserta didik tidak akan mampu menunjukan penguasaan kmpetensi dasar, dan tidak
akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi
standar. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai pelatih, yang bertugas
melatih peserta dididk dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi
masiing-masing.
Pelatihan yang dilakukan, disamping
harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu
memperhatikan perbedaan individul peserta didik dan lingkungannya. Untuk itu,
meskipun tidak mencakub semua hal dan setiap hal secara sempurna, karena hal
itu adalah tidak mungkin. Benar bahwa guru tidak dapat mengetahui sebanyak yang
harus diketahui, tetapi dibanding dengan orang yang belajar bersamanya dalam
bidang tertentu yang menjaditanggung jawabnya, ia harus lebih banyak tahu.
Meskipun demikian, tidak mustahil kalau suatu ketika menghadapi kenyataan bahwa
guru tidak tahu tentang sesuatu yang seharusnya tahu. Untuk itu guru harus
selalu belajar, belajar sepanjang hayat, dan belajar adalah sesuatu yang tidak dapat
diwakilkan kepada orang lain.
Pelaksanaan fungsi ini tidak harus
mengalahkan fungsi lain, ia tetap sadar walaupun tahu, tidak harus
memberitahukan semua yang diketahuinya. Secara didaktis, guru menciptakan
situasi agar peserta didik berusaha menemukan sendiri apa yang seharusnya
diketahui. Guru harus bisa menahan emosinya untuk menjawab semua pertanyaan
yang ditunjukan kepadanya, sehingga kewenangan yang dimiliki tidak membunuh
kreativitas peserta didik.
e.
Guru
Sebagai Penasihat dan Motivator
Guru adalah seorang penasihat peserta didik, bahkan bagi orang tua,
meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam
beberapa hal tidak dapat berharap untuk mensihat orang. Banyak guru cenderung
menganggap bahwa konseling terlalu banyak membicarakan klien, seakan-seakan
berusaha mengatur kehidupan orang dan oleh karenya mereka tidak senang
melaksanakan fungsi ini. Padahal menjadi guru pada tingkat manapun berarti
menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaan, kegiatan pembelajaran pun
meletakkanya pada posisi tersebut. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan
kebutuhan untuk membuat keputuasan, dan dalam prosesnya akan lari kepada
gurunya. Peserta didik akan menemukan sendiri dan secara mengherankan, bahkan
mungkin menyalahkan apa yang ditemukannya, serta akan mengadu kepada guru
sebagai orang kepercayaan. Makin efektif guru menangani setiap permasalah,
makin banyak kemungkinan peserta didik berpaling kepadanya untuk mendapatkan
nasihat dan kepercayaan guru.
Selain sebagai penasehat, guru juga
merupakan pemberi motivasi (motivator). Motivasi merupakan perubahan energi
dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan
reaksi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik, 2010:158). Motivasi juga dapat
diartikan kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar ( Dimayanti dan
Mudjiono, 2006: 80). Selain motivasi internal, motivasi eksternal juga
merupakan hal yang sangat penting. Peserta didik membutuhkan motivator terhebat
yang menggerakan mentalnya. Guru merupakan salah satu oknum yang bertanggungjawab.
Guru adalah motivator bagi peserta didik melalui kebiasaan guru membaca buku,
karena anak didik biasanya selalu mengikuti perilaku guru membaca ( Syatra,
Nuni Yusvavera, 2013:149). Perlu dingat bahwa peserta didik sangat membutuhkan motivasi dari
guru. Karena pada kenyataan terkadang guru hanya bertindak sebagai pemberi
materi (pengajar). Oleh karena itu bertindaklah seperti guru yang yang
sebenarnya, bukan hanya sekedar guru.
f.
Guru
Sebagai Innovator
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah
lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini,
terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain,
demikian halnya dengan pengalaman orang tua memiliki arti yang banyak dari pada
nenek moyang kita. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara
psikologis berada jauh dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam
pendidikan. Guru harus menjembatani jurang ini bagi peserta didik, jika tidak
maka hal ini dapat mengambil bagian dalam proses belajar yang berakibat tidak
menggunakan potensi yang dimilikinya. Tugas guru adalah memahami bagaimana
keadaan jurang pemisah ini dan bagaimana menjembatani secara efektif. Jadi yang
menjadi dasar adalah pikiran-pikiran tersebut, dan cara yang dipergunakan untuk
mengekspresikan dibentuk oleh corak waktu ketika cara-cara tadi dipergunakan.
Bahasa memang alat untuk berpikir melalui pengamatan yang dilakukan dan
menyusun kata-kata serta menyimpan dalam otak, terjadilah pemahaman sebagai
hasil belajar. Hal tersebut selalu mengalamin perubahan dalam setiap generasi,
dan perubahan yang dilakukan melalui pendidikan akan memberikan hasil yang
positif
Unsur
yang hebat dari manusia adalah kemampuannya untuk belajar dari pengalaman orang
lain. Kita menyadari bahwa manusia normal dapat menerima pendidikan, dengan
memiliki kesempatan yang cukup, ia dapat mengambil bagian dari pengalaman yang
bertahun-bertahun, proses belajara serta prestasi manusia dan mewujudkan
pengalaman yang terbaik dalam suatu
keperibadian yang unik dalam jangka waktu tertentu.Manusia tidak terbatas pada
pengalaman pribadinya, melainkan dapat mewujudkan pengalaman pribadinya dari
semua waktu dan dari setiap kebudayaan. Dengan demikian, ia dapat berdiri bebas
pada saat terbaiknya dan guru tidak sensitif adalah buta akan arti kompetensi
profesional.
g.
Guru
Sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi
para peserta didik dan semua orang yang mengganggap dia sebagai guru. Tedapat
kecendrungan yang besar untuk meenganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk
ditentang, apalagi ditolak. Keperihatinan, kerendahan, kemalasan dan rasa
takut, secara terpish ataupun bersama-sama bisa menyebabkan seseorang berpikir
atau berkata “ jika saya harus menjadi teladan atau dipertimbangka untuk
menjadi model maka pembelajaran bukanlah pekerjaan yang tepat bagi saya. Saya
tidak cukup baik untuk diteladani, di samping saya sendiri ngin bebas untuk
menjadi diri sendiri dan untuk selamanya tidak ngin menjadi teladan untuk orang
lain. Jika peserta didik harus memeiliki model, biarlah mereka menemukan
dimanapun. Alasan tersebut tidak dapat dimengerti, mungkin dalam hal tertentu
dapat diterima tetapi mengabaikan atau menolak aspek fundamental dari sifat
pembelajaran. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan
ketika sesorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakan secara konstruktif
maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Peran dan fungsi ini patut
dipahami dan perlu menjadi beban yang memberatkan, sehingga dengan keterampilan
dan kerendahan hati akan memperkaya arti pembelajaran.
Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan
apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di
sekitar lingkungnnya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan
itu, beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian dan bila perlu
didiskusikan para guru.
a. Sikap
dasar: postur psikologis yang akan nampak dalam masalah masalah penting,
seperti keberhasilan, kegagaglan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antara
manusia, agama dan pekerjaan.
b. Bicara
dan gaya bicara: penggunaan bahasa sebagai alat berpikir.
c. Kebiasaan
bekerja: gaya yang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang ikut mewarnai
kehidupannya.
d. Sikap
melalui pengalaman dan kesalahan: pengertian hubungan antara luasnya pengalaman
dan nilai serta tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan.
e. Pakaian:
merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakan ekspresi
seluruh keperibadian.
f. Hubungan
kemanusian: diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral,
keindahan, terutama bagaimana berperilaku.
g. Proses
berpikir: cara yang digunakan oleh pikiran dalam menghadapi dan memecahkan
masalah.
h. Perilaku
neurotis: suatu pertahanan yang dipergunakan untuk melindungi diri dan bisa
juga menyakitkan orang lain.
i.
Selera: pilihan yang secara jelas
merefleksikan nilai-nilai yang dimiliki
oleh seorang pribadi yang bersangkutan.
j.
Keputusan: keterampilan rasional dan
intuitif yang dipergunakan untuk menilai setiap situasi.
k. Kesehatan:
kualitas tubuh, pikiran dan semangat yang merefleksikan kekuatan, perspektif,
sikap tenang, antusias dan semangat hidup.
l.
Gaya hidup secara umum: apa yang
dipercaya oleh seseorang tentang setiapa aspek kehidupan dan tindakan untuk
mewujudkan kepercayaan itu.
h.
Guru
Sebagai Pribadi
Sebagai individu yang berkecimpung dalam
dunia pendidikan, guru harus memiliki keperibadian yang mencerminkan seorang
pendidik. Tuntutan akan keperibadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan
lebih berat dibanding profesi lainnya. Ungkapan yang sering ditiru adalah “
guru bisa digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang
disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa
ditiru atau diteladani.
Ujian berat bagi guru dalam keperibadian
ini adalah rangsangan yang memancing emosinya. Kestabilan emosi amat
diperlukan, namun tidak setiap orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan
yang menyinggung perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang memiliki
temperamen yang berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut, upaya
dalam bentuk latihan mental akan sangat berguna. Guru yang mudah marah akan
membuat peserta didik takut, dan ketakutan mengakibatkan kurangnya minat untuk
mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi karena ketakutan menimbulkan
kekuatiran. Kekuatiran laksana sebuah torpedo yang menyerang dari bawah, dari
tingkat yang terdalam, atau “inti” diri sendiri dan kekuatiran tersebut berada
pada tingkat yang kita alami sebagai subyek yang dapat bertindak dalam sebuah
dunia obyek-obyek. Maka dalam tingkat apapun kekuatiran cenderung menggerogoti
dan menghancurkan kesadaran kita akan keberadaan diri sendiri ( Rolo May, 1993
: 39).
Sebagai pribadi yang hidup di
tengah-tengah masyarakat, guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur
dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olahraga,
keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan untuk bergaul harus dumiliki, sebab kalu
tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang
bisa diterima oleh masyarakat.
Salah satu hal yang perlu dipahami guru
untuk mengefektifkan proses pembelajaran adalah bahwa semua manusia (peserta
didik) dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang tak pernah terpuskan dan mereka
semua memilikin potensi untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Misalkan kita
memberikan mainan kepada seorang bayi, perhatikan bagaimana asyiknya ia
memainkan mainannya, menggerak-gerakan seluruh tubuhnya sebagai reaksi terhadap
maianan tersebut, memutar dengan tangan, meenggigit atau memasukan mainan ke
dalam mulutnya. Semuanya itu dilakukan karena rasa ingin tahunya terhadap
mainan.
i.
Guru
Sebagai Peneliti
Pembelajaran merupakan seni yang dalam
pelaksanaanya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan.
Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang di dalamnya melibatkan guru.
Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti. Dia tidak tahu dan
dia tahu bahwa dia tidak tahu, oleh karna itu dia sendiri merupakan subyek
pembelajaran. Dengan kesadaran bahwa ia tidak mengetahui tentang sesuatu maka
ia akan berusaha mencarinya melalui kegiatan penelitian. Usaha untuk mencari
sesuatu itu adalah mencari kebenaran, seperti seorang ahli filsafat yang
senantiasa mencari, menemukan dan mengemukakan kebenaran.
Kebutuhan untuk mengetahui merupakan
kebutuhan semua manusia. Dalam diri orang tua ia menjadi lebih sistematis,
lebih terarahkan, mengekspresikan dirinya secara khusus sebagaimana profesi itu
atau dalam penyelidikan yang lebih umum dari pada ilmuwan, penyair dan peramal.
Bagi remaja, usaha untuk mengetahui bersifat umum dan tidak dilakukan dengan
baik, sedangkan pada anak-anak merupakan hal yang dialami. Sebagai peneliti,
guru tidak berpura-pura mencari tahu tentang sesuatu, karena hal itu merupakan
pekerjaan lain, berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak.
Menyadari akan kekurangannya, guru
berusaha mencari apa yang belum diketahui untuk meningkatkan kemapuan dalam
melaksanakan tugasnya. Bagaimana menemukan apa yang tidak diketahuinya? Sebagai
orang yang telah mengenalu metodologi tentunya ia tahu pula apa yang seharusnya
dikerjakan, yakni penelitian.
j.
Guru
Sebagai Pendorong Kreativitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat
penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan
menunjukan proses kreativitas tersebut. Kreativitas merupakan sesuatu yang
bersifat universal dan merupakan ciri aspek dunia kehidupan di sekitar kita.
Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya
tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecendrungan untuk menciptakan sesuatu.
Sebagai orang yang kreatif, guru
menyadari bahwa kreativitas merupakan yang universal dan oleh karenya semua
kegiatan ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu. Ia sendiri
adalah seorang kreator dan motivator di pusat proses pendidikan. Akibat dari
fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam
melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilianya bahwa ia memang
kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukan
bahwa apa yang dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah
dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya
dan apa yang dikerjakan di masa mendatang lebih baik dari sekarang.
k.
Guru
Sebagai Pembangkit Pandangan
Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh
dengan berbagai kisah dan peristiwa, mulai dari kisah nyata sampai yang
direkayasa. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara
pandangan tentang keagungan kepada peserta didik. Mengembangkan fungsi ini guru
harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur,
sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolahnya dilaksanakan
untuk menunjang fungsi ini. Guru tahu ia tidak dapat membangkitkan pandangan
tentang kebesaran kepada peserta didik jika ia sendiri tidak memilikinya. Oleh
karena itu, para guru perlu dibekali dengan ajaran tentang hakekat manusia dan
setelah mengenalnnya akan mengenal pula kebesaran Tuhan yang menciptanya.
Pandangan tentang manusia dipengaruhi
oleh pengetahuan tentang sejarah manusia itu. Banyak pemikir yang telah
mengekspresikan gagasannya tentang manusia, sikap dan kepercayaan manusia,
sehingga beda pandangan tentang manusia, sikap dan kepercayaan manusia
mengakibatkan perbedaan perlakuan. Kita tahu bahwa suatu masa ketika terdapat
perbudakan dan kita tahu pula munculnya perlawanan terhadap perbudakan manusia.
Manusia itu sendiri merupakn bagian dari sejarah yang di dalamnya terdapat
perkembangan pemikiran manusia misalnya dari belum mengenal Tuhan menjadi
mengenal Tuhan.
Melalui contoh-contoh para pemikir dan
pejuang martabat manusia di mata manusia yang lain, guru akan mampu menanamkan
pandangan yang positif terhadap martabat manusia ke dalam peserta didik. Kita
tidak ingin peserta didik menjadi orang yang akan memperbudak orang lain,
melainkan menjadi orang yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
sehingga terjadi kehidupan bermasyarakatayang sejahtera lahir batin.
L.
Guru Sebagai Pemindah Kemah
Hidup ini selalu berubah, dan guru adalah
seorang pemindah kemah yang suka memindah-mindahkan, dan membantu peserta didik
meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru
berusaha keras untuk mengetahui masalah siswa, kepercayan dan kebiasaan yang
menghalangi kemajuan, serta membantu menjauhi dan menninggalkannya untuk
mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai. Untuk menjalankan fungsi ini guru
harus memahami mana yang tidak bermanfaat dan barangkali membahayakan perkembangan
peserta didik dan memahami mana yang tidak bermanfaat.
Guru dan peserta didik bekerjasama
mempelajari cara baru dan meninggalkan keperibadian yang telah membantunya
mencapai tujuan dan menggantinya dengan tuntutan masa kini. Proses ini menjadi
suatu transasksi bagi guru dan peserta didik dalam pembelajaran.
Dalam setiap aspek, perkembangan
keperibadian memiliki ciri khusus sehubungan dengan tuntutan kenyataan yang
efektif dilihat dari segi waktu dan tempat. Ketika terjadi perubahan tuntutan
terhadap cara berperilaku, peserta didik dan guru harus segera menyesuaikan dan
memenuhi tuntutan baru, serta menninggalkan kebiasaan lama yang tidak lagi
memenuhi kebutuhan tuntutan.
Pendidikan yang baik dan guru yang
efektif berusaha memikirkan perkembangan keperibadian peserta didik dan
kehidupan, tetapi guru pun adalah pribadi, dan merupakan bagian dari proses
pendidikan. Sebagai suatu lembaga, pendidikan seringkali mengarah pada
kristalisasi yang mempertahankan apa yang telah ada, dibanding memikirkan
pertumbuhan anak dan kehidupan.
Banyak hal bisa dilakukan guru untuk
memelihara pertumbuhan keperibadian. Pertama, bisa menjadi orang yang siap
dengan pengertian, seperti konflik antara keinginan untuk tetap dan untuk
berubah, serta menyadari dan tidak menyadari. Kedua, berusaha keras untuk
memberikan pengalaman yang luas, sehingga memungkinkan peserta dididk menilai
keberadaannya sehubungan dengan pengalamannya. Ketiga, guru “swinger”, yang
berpindah dari suatu posisis ke posisi lain, khususnya dalam ide. Fungsi demikian
terjadi dalam pembelajaran ketika peserta didik telah berhasil memecahkan suatu
masalah, dan berpindah ke masalah lain. Dalam hal ini, guru juga adalah pembelajar
tetap dari drama perkembangan manusia, dengan banyak membaca, melakukan
observase terhadap pengalamannya sendiri untuk mencapai pemahaman tentang
kehidupan. Dalam hal ini, peran guru adalah memberikan kesempatan untuk
menjalani kehidupan dan mengajarkan keberadaan bahwa perjalanan lebih penting
daripada tujuan, dan proses lebih berarti daripada hasil akhir.
M. Guru Sebagai
Emansipator
Dengan kecredikannya, guru mampu
memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan dan menyadari bahwa
kebanyakan insan adalah “budak” stagnasi kebudayaan. Ketika masyarakat
membicarakan rasa tidak senang kepada peserta didik tertentu, guru harus
mengenal kebutuhan peserta didik tersebut akan pengalaman, pengakuan dan
dorongan. Dia tahu bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali
membebaskan peserta didik dari “self
image” yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak dan
rendah diri.
Untuk memiliki kemampuan melihat sesuatu
yang tersirat, perlu memanfaatkan pengalaman selama bekerja, ketekunan,
kesabaran dan tentu saja kemampuan menganalisis fakta yang dilihatnya, sehingga
guru mampu mengubah keadaan peserta didik dari status “terbuang” menjadi
dipertimbangkan oleh masyarakat. Guru telah melaksanakan fungsinya sebagai
emansipator, ketika peerta didik yang telah menilai dirinya sebagai pribadi
yang tak berharga merasa dicampakan oleh orang lain atau diuji dengan berbagai
kesulitan sehingga hampir putus asa, diperlukan ketelatenan, seni memotovasi
agar timbul kembali kesadaran dan bangkit kembali harapannya.
2.2 Kesalahan yang Sering dilakukan
Oleh Guru
Dari
berbagai kajian menunjukan bahwa sedikitnya terdapat tujuh kesalahan yang
sering dilakukan guru dalam pembelajran ( Mulyasa,2009: 20) adalah sebagai
berikut:
a.
Mengambil
jalan pintas dalam pembelajaran
Tugas guru yang paling utama adalah
mengajar dalam pengertian menata lingkungan agar terjadinya kegiatan belajar
pada peserta didik. Berbagai kasus menunjukan bahwa di antara para guru banyak
yang merasa dirinya sudah dapat mengajar denga baik, meskipun tidak dapat
menunjukan alasan yang mendasari asumsi tersebut. Asumsi keliru tersebut
seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas, sehingga bannyak guru yang
suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, baik dalam perencanan, pelaksanaan,
maupun evaluasi.
Guru harus menyadari bahwa mengajar
memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis,
psikologis, dan didaktis secara bersamaan. Aspek pedagogis menunjuk pada
kenyataan bahwa mengajar di sekolah berlangsung dalam suatu lingkungan
pendidikan, karena itu guru harus mampu mendampingi peserta didik menuju
kesuksesan belajar atau kedewasaan. Aspek psikologis menunjuk pada kenyataan
bahwa peserta didik yang belajar pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang
berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga menuntut materi yang berbeda pula.
Demikian halnya kondisi peserta didik , kompetensi dan tujuan yang harus mereka
capai juga berbeda. Selain itu, aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa
proses belajar itu sendiri sangat bervariasi, seperti belajar menghafal,
keterampilan motorik, belajar konsep, belajar sikap (Mulysa, dalam Gagne 1984:
21). Aspek didaktif menunjuk pada pengaturan belajar peserta didik oleh para
guru yang menuntut berbagai prosedur didaktis, berbagai cara mengelompokan
peserta didik dan berbagai ragam media pembelajaran.
Tugas guru dalam pembelajaran tidak
terbatas pada penyampaian informasi kepada peserta didik. Guru harus memiliki
kemampuan untuk memahami peserta didik dengan berbagai keunikannya agar mampu
membantu mereka dalam menghadapi kesulitan belajar.
Agar tidak tergiur untuk mengambil jalan
pintas dalam pembelajaran guru hendaknya memandang pembelajaran sebagai suatu
sistem, yang jika salah satu komponen terganggu maka akan menganggu seluruh
sistem tersebut.
b.
Menunggu
Peserta Didik Berperilaku Negatif
Dalam pembelajaran di kelas, guru
berhadapan dengan sejumlah peserta didik yang semuanya ingin diperhatiakan.
Peserta didik akan berkembang secara optimal melalui perhatian guru yang positif,
sebaliknya perhatian yang negatif akan menghambat perkembangan peserta didik,
mereka juga menganggap bahwa mengajar adalah memberikan sejumlah pengetahuan
kepada peserta didik. Tidak sedikit guru yang mengabaikan perkembangan
keperibadian, serta lupa memberikan pujian kepada mereka yang berbuat baik dan
tidak membuat masalah. Biasanya guru baru memberikan perhatian kepada peserta
didik ketika ribut, tidak memperhatikan, atau mengantuk di kelas, sehingga
menunggu peserta didik berperilaku buruk. Kondisi tersebut seringkali mendapat
tanggapan yang salah dari peserta didik, mereka beranggapan bahwa jika ingin
mendapat perhatian dari guru maka harus berbuat salah. Berbagai penelitian
menunjukan bahwa kebanyakan peserta didik tidak tahu bagaimana cara yang tepat
mendapat perhatian dari guru, orang tua dan masyarakat, tetapi mereka tahu
bagaimana cara menganggu teman dan cara membuat keributan serta perkelahian,
dan ini kemudian yang mereka gunakan untuk mendapat perhatian.
c.
Menggunakan
Destructive Discipline
Akhir-akhir ini banyak perilaku negatif
yang dilakukan oleh para peserta didik, bahkan melampau batas kewajaran karena
telah menjurus pada tindak melawan hukum, melanggar tata tertib, melanggar
norma agama dan telah membawa akibat yang sangat merugikan masyarakat. Demikian
halnya dengan pembelajaran, guru akan menghadapi situasi-situasi yang menuntut
mereka harus melakukan tindakan disiplin.
Seperti alat pendidikan lain jika guru
tidak memiliki rencana tindakan yang benar, maka dapat melakukan kesalahan yang
tidak perlu. Seringkali guru memberikan hukuman kepada peserta didik tanpa
melihat latar belakang kesalahan yang dilakukannya, tidak jarang guru yang
memberikan hukuman melampau batas kewajaran pendidikan, dan banyak guru yang
memberikan hukuman kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kesalahan.
Selain itu, guru juga jarang sekali mengoreksi pekerjaan peserta didik dan
mengembalikannya dengan berbagai komentar, kritik dan saran untuk kemajuan
peserta didik. Yang sering dialami oleh peserta didik adalah bahwa guru sering
memberi tugas, tetapi tidak pernah memberikan umpan balik terhadap tugas-tugas
yang dikerjakan.
Kesalahan-kesalahan seperti diuraikan di
atas dapat mengakibatkan upaya penegakan disiplin menjadi kurang efektif, dan
merusak keperibadian serta harga diri peserta didik. Agar kita tidak melakukan
kesalahan dalam melakukan disiplin beberapa hal yang perlu diperhatikan: (1)
disiplinkan peserta didik ketika suasana hati guru tenang, (2) gunakan disiplin
secara tepat waktu dan tepat sasaran, (3) hindari menghina dan mengejek peserta
didik, (4) pilihlah hukuman yang bisa dilaksanakan secara tepat, (5) gunakan disiplin
sebagai alat pemeblajaran.
d.
Mengabaikan
Perbedaan Peserta Didik
Kesalahan lain yang sering dilakukan
oleh guru adalah mengabaikan perbedaan peserta didik. Sunarto, dkk 2006 (
Garry, 1963 : 11) mengkategorikan perbedaan individual ke dalam bidang- bidang
berikut:
1. Perbedaan
Kognitif
Menurut Bloom, proses belajar baik di
sekolah maupun diluar sekolah, menghasilkan tiga pembentukan kemampuan yaitu
kemapuan kognitif, afektif dan psikomotor. Kemampuan kognitif mengambarkan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tiap-tiap orang. Pada dasarnya
kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Sebagaimana diketahui bahwa hasil
belajar merupakan perpaduan antara faktor pembawaan dan lingkungan. Faktor
dasar yang berpengaruh menonjol pada kemampuan kognitif dibedakan dalam bentuk
lingkungan alamiah dan lingkungan yang dibuat.Tingkat kemampuan kognitif
tergambar pada hasil belajar yang diukur dengan tes hasil belajar.
2. Perbedaan
individual dalam kecakapan bahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan
individu yang sangat penting dalam kehidupannya. Kemampuan individu yang sangat
penting dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan
seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan
kalimat yang penuh makna, logis dan sistematis.
Apabila latar belakang keluarga kaya dengan kultur, anak akan mendapat
keuntungan dalam hal perbendaharaan bahasa dan seni demikian pada kondisi
sebaliknya. Logis bahwa anak-anak yang masuk sekolah dasar sekitar umur 6
tahun, tingkat kematangan mental dan kemampuan berbahasa mereka berbeda-beda.
3. Perbedaan
dalam Latar Belakang.
Dalam suatu kelompok siswa pada tingkat
amanpun, perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat
memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari potensi individu untuk
menguasai bahan pelajaran. Pengalaman-pengalaman belajar yang dimiliki anak di
rumah mempengaruhi kemauan untuk berprestasi dalam situasi belajar yang
disajikan.
Minat dan sikap terhadap sekolah dan
mata pelajaran tertentu, kebiasaan-kebiasaan kerja sama, kecakapan atau kemauan
untuk berkonsentrasi pada bahan-bahan pelajaran dan kebiasaan-kebiasaan belajar
semuanya merupakan faktor perbedaan di antara para siswa.
4. Perbedaan
dalam Bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang
dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang dengan baik apabila
mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat. Sebaliknya bakat tidak akan
berkembang sama sekali, manakala lingkungan tidak memberikan kesempatan untuk
berkembang, dalam arti tidak ada rangsangan dan pemupukan yang menyetuhnya.
Dalam hal inilah makna pendidikan menjadi penting artinya.
e.
Merasa
Paling Pandai
Kesalahan lain yang sering dilakukan
guru dalam pembelajaran adalah merasa paling pandai di kelasnya. Kesalahan ini
berangkat dari kondisi bahwa pada umumnya para peserta didik di sekolah usianya
relatif lebih muda dari pada gurunya, sehingga guru merasa bahwa peserta didik
tersebut lebih bodoh dibanding dirinya, peserta didik dipandang sebagai gelas
yang perlu diisi air ke dalamnya. Perasaan ini sangat menyesatkan, karena
kondisi seperti sekarang ini peserta
didik dapat belajar melalui internet dan berbagai media masa yang mungkin guru
belum memahaminya. Hal ini terjadi terutama di kota-kota, ketika peserta didik
datang dari keluarga kaya yang di rumahnya memiliki berbagai sarana, dan
prasarana belajar yang lengkap, serta berlangganan koran dan majalah yang
mungkin lebih dari satu edisi, sementara guru belum menikmatinya. Jika ini
benar terjadi maka guru harus demoktratis untuk bersedia belajar kembali,
bahkan belajar dari peserta didik sekalipun.
f.
Tidak
Adil ( Diskriminatif)
Pembelajaran yang baik dan efektif
adalah yang mampu memberikan kemudahan belajar bagi peserta didik secara adil
dan merata, sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal.
Keadilan dalam pembelajaran merupakan kewajiban
guru dalam pembelajaran, dan hak peserta didik untuk memperolehnya.
Dalam prakteknya banyak guru yang tidak adil sehingga merugikan perkembangan
peserta didik dan ini merupakan kesalahan yang sering dilakukan oleh guru
terutama dalam penilaian. Penilaian merupakan upaya untuk memberikan
penghargaan kepada peserta didik sesuai dengan usaha mereka dalam pembelajaran.
Oleh karena itu dalam memberikan penilaian harus secara adil dan benar-benar
merupakan cermin dari perilaku peserta didik. Namun demikian, dalam
pelaksanaannya tidak sedikit guru yang menyalahguanakan penilaian, misalnya
sebagai ajang untuk menyakurkan kasih sayang di luar tanggungjawabnya sebagai
guru.
g.
Memaksa
Hak Peserta Didik
Memaksa hak peserta didik merupakan
kesalahan yang sering dilakukan guru, sebagai akibat dari kebiasaan guru
berbisnis dalam pembelajaran, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapat
keuntungan. Guru boleh saja memiliki pekerjaan sampingan, memperoleh
penghasilan itu sudah menjadi haknya tetapi tindakannya memaksa bahkan
mewajibkan peserta didik untuk membeli buku tertentu sangat fatal serta kurang
bisa digugu dan ditiru. Sebatas menawarkan boleh saja, tetapi kalau memaksa
kasihan bagi orang tua yang tidak mampu.
BAB III
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Guru
merupakan salah satu komponen terpenting dalam sebuah sistem pendidikan. Tanpa
guru pendidikan tidak akan berjalan. Ada beberapa peran yang harus dilakukan
oleh seorang guru diantaranya adalah guru sebagai pendidik, pengajar,
pembimbing, pelatih, penasihat, innovator, model dan teladan, pribadi,
peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pemindah kemah, emansipator.
Selain
peran guru, ada beberapa kesalahan yang sering dan terkadang tidak disadari
oleh guru antara lain, mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, menunggu
peserta didik berperilaku negatif, menggunakan desctructive discipline,
mengabaikan perbedaan peserta didik, merasa diri paling pandai, tidak adil, dan
memaksa hak peserta didik. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh guru
seharusnya diperbaiki. Guru harus bisa merefleksikan diri tentang apa yang dia
lakukan pada peserta didik. Selalu menyadari akan kekurangan diri dan siap
dikritik merupakan salah satu cara untuk membangun pendidikan menjadi lebih
baik. Jangan selalu merasa diri hebat dan benar. Jadilah pribadi guru yang
selalu ingin maju baik dari segi intelek maupun moral.
3.2 Saran
Pada
penyajian makalah ini mungkin terdapat berbagai kekurangan baik dari segi
materi maupun penulisan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca sehingga penulis bisa memperbaiki diri dalam penulisan makalah
selanjutnya.
Dimayanti &
Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hamalik, Oemar. 2010.
Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
May, Rollo.1996. Manusia Mencari Dirinya. Jakarta: Mitra
Utama.
Nuni, Y. S. 2013: Desain Relasi Efektif Guru & Murid.
Jogjakarta: Buku Biru.
Soetjipto & Raflis.
2007. Profesi Keguruan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sunarto & Agung
Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta:
Rineka Cipta.