Jumat, 27 Juni 2014

Makalah fenomena guru dalam proses pembelajran (This is my life)



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Guru merupakan salah satu komponen penting dalam sebuah sistem pendidikan. Guru memegang peranan yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum ( Mulyasa, dalam Syaodih, 1998: 13). Menurut Undang-undang Sisdiknas tentang guru No. 20 Tahun 2003 pasal 39 menyatakan bahwa (1) guru merupakan tenaga kependidikan bertugas melaksanakan tugas administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, (2) guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik dan perguruan tinggi ( Mulyasa, 2008 : 197).
Selain guru sebagai perencana dan pengembang, ada  berbagai peranan yang harus dilakukan oleh guru diantaranya guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, innovator, model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pemindah kemah, emansipator, dan guru sebagai pengawet. Semua peranan guru sangat penting dan harus dimiliki serta dilakukan oleh guru. Guru dikatakan berhasil jika dia mampu menjalankan perannya dengan baik.
 Terlepas dari pernana guru, terkadang guru secara tidak sadar melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Sebagai manusia biasa, tentu saja guru tidak akan terlepas dari kesalahan baik dalam berperilaku maupun dalam melaksanakan tugas pokoknya mengajar. Namun demikian, bukan berarti kesalahn guru harus dibiarkan dan tidak dicarikan cara pemecahannya. Guru harus mampu memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya berbuat salah, dan yang paling penting adalah mengendalikan diri serta menghindari dari kesalahan-kesalahan.
Dari berbagai hasil kajian menunjukan bahwa sedikitnya terdapat tujuh kesalahan yang sering dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Kesalahan tersebut adalah mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, menunggu peserta didik berperilaku negatif, menggunakan destruktif discipline, mengabaikan kebutuhan- kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,merasa diri paling pandai di kelasnya, tidak adil (diskriminatif), serta memaksa hak peserta didik. Untuk lebih jelasnya maka dalam makalah ini akan dijelakan beberapa hal yang berkaitan dengan guru yaitu peranan guru dan kesalahan yang sering dilakukan oleh guru.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa pengertian guru?
2.      Bagaimanakah peranan guru dalam pembelajaran?
3.      Apa sajakah kesalahan guru yang sering dilakukan?
1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui dan memahami defenisi guru.
2.      Untuk mengetahui dan memahami peranan guru dalam pembelajaran.
3.      Untuk mengetahui dan memahami tujuh kesalahan guru yang sering dilakukan.
1.4  Batasan Masalah
Agar pokok permasalahan dalam makalah ini tidak melebar maka perlu dibatasi dalam pembahasaannya dimana hanya membahas tentang defenisi guru, peranan guru dan tujuh kesalahan guru dalam proses pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAAN
3.1  Defenisi Guru
            Sebutan guru sudah tidak asing lagi dalam keseharian kita. Pada saat kata sekolah disebutkan, guru menjadi elemen yang tak terpisahkan di dalamnya. Tanpa seorang guru, proses kegiatan sekolah menjadi mandeg dan akan ditinggalkan oleh anak didiknya. Guru mempunyai peran yang sangat signifikan dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui apa yang sebenarnya pengertian dari guru itu sendiri. Secara sederhana, guru diartikan sebagai sesorang yang pekerjaannya adalah mengajar. Sedangkan menurut Drs. Moh. Uzer Usman mengemukakan bahwa guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan profesi khusus sebagai guru (Syatra, Nuni Yusvavera, 2013 : 55).
            Berdasarkan pengertian dari beberapa argumen tersebut, maka dapat dipahami bahwa guru pada prinsipnya merupakan suatu profersi yang mempunyai keahlian tertentu, dimana masyarakat menempatkan pada tempat yang lebih terhormat di lingkungnnya, karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Hal ini berarti, guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia seutuhnnya berdasarkan karakter budaya bangsa. Pada sisi lain, dengan melihat tugas dan tanggung jawabnya, guru memiliki peran unik dan sangat kompleks dalam mengembankan tugas sehingga fungsi guru paling utama adalah membimbiing anak didik ke arah tujuan yang tegas (Syatra, Nuni Yusvavera, 2013: 56).
3.2  Peranan Guru dalam Pembelajaran
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewudujkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya membutuhkan orang lain. Semua itu menunjukan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain dalam perkembangannya demikian halnya peserta didik, ketika orang tua mendaftarkan anaknnya ke sekolah pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru agar anaknya berkembang secara optimal.
Minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa adanya bantuan dari guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara satu peserta didik dengan yang lainnya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Guru memiliki jasa yang besar dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Guru harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan peserta didik secara optimal. Dalam hal inib guru harus kreatif, profesional dan menyenagkan dengan memposisikan diri sebagai berikut:
a.       Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.
b.      Teman, tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.
c.       Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan dan bakatnya.
d.      Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahannya yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
e.       Memupuk rasa percaya diri dan berani bertanggung jawab.
f.       Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan dengan orang lain secara wajar.
g.      Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antarpeserta didik, orang lain dan lingkungannya.
h.      Mengembangkan kreativitas
i.        Menjadi pembantu ketika diperlukan
Untuk  memenuhi tuntutan di atas guru harus mampu memaknai pembelajaran serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Ada beberapa peranan guru dalam pembelajaran menurut (Mulyasa, 2009: 37-64) adalah sebagai berikut:
a.      Guru sebagai pendidik
Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi peserta didik dan lingkungnnya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakub tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui dan memahami nilai moral, sosial serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah dan masyarakat.
Berkenaan dengan wibawa guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan.
Guru juga harus mampu mengambil keputusan secara mandiri (independent), terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan. Guru harus mampu  mengambil keputusan secara cepat dan tepat waktu, tepat sasaran terutama berkaitan dengan masalah pembelajaran dan peserta didik, tidak menunggu printah atasan atau  kepala sekolah.
Sedangkan disiplin, dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional, karena mereka bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik di sekolah terutama dalam pembelajaran.
b.      Guru Sebagai Pengajar
Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajarai sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari.
Berkembangnya teknologi mengubah para guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan untuk belajar. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi menimbulkan banyaknya buku dengan harga relatif murah kecuali atas ulah guru. Di samping itu, peserta didik dapat belajar dari berbagai sumber seperti radio, televisi, berbagai macam film pembelajaran bahkan program internet. Derasnya arus informasi, serta cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan pertanyaan terhadap tugas utama guru yang disebut mengajar. Masih perlukah seorang guru mengajar di kelas seorang guru, menginformasikan, menjelaskan dan menerangkan? Menanggapi hal tersebut, ada pendapat bahwa tak seorangpun dapat mengajarkan sesuatu kepada orang lain dan peserta didik harus melakukan sendiri kegiatan belajar. Pendapat ini diterima baik, tetapi bukan berarti guru tidak membantu kegiatan belajar. Pertentangan tentang mengajar berdasar pada suatu unsur kebenaran yang berangkat dari pendapat kuno yang menekankan bahwa mengajar berarti memberitahu atau menyampaikan materi pembelajaran.
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika faktor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Sehubungan dengan itu, sebagai orang yang bertugas menjelaskan sesuatu, guru harus berusaha membuat sesuatu, berusaha lebih terampil dalam menyelsaikan masalah. Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam pembelajaran sebagai berikut:
1.      Membuat ilustrasi; pada dasarnya ilustrasi menghubungkan sesuatu yang sedang dipelajari peserta didik dengan sesuatu yang telah diketahuinya, dan pada waktu yang sama memberikan tambahan pengalaman kepada mereka.
2.      Mendefenisikan; meletakkan sesuatu yang dipelajari secara jelas dan sederhana, dengan menggunakan latihan dan pengalaman serta pengertian yang dimiliki oleh peserta didik.
3.      Menganalisis: membahas masalah yang telah dipelajari bagian demi bagian sebagaimana orang mengatakan “cuts the learning into chewable bites”.
4.      Mensintesis: mengembalikan bagian-bagian yang telah dibahas ke dalam suatu konsep yang utuh sehingga memiliki arti, hubungan antara bagia yang satu dan yang lain nampak jelas dan setiap masalah itu tetap berhubungan dengan keseluruhan yang besar.
5.      Bertanya: mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berarti dan tajam agar apa yang dipelajari menjadi lebih jelas.
6.      Merespons: mereaksi atau menanggapi suatu pertanyaan peserta didik. Pembelajaran akan lebih efektif jika guru dapat merespon setiap pertanyaan peserta didik.
7.      Mendengarkan: memahami peserta didik, dan berusaha menyederhanakan setiap masalah serta membuat kesulitan nampak jelas bagi guru maupun peserta didik.
8.      Menciptakan kepercayaan: peserta didik akan memberikan kepercayaan terhadap keberhasilan guru dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi diri.
9.      Memberikan pandangan yang bervariasi: melihat bahan yang dipelajari dari berbagai sudut pandang dan melihat masalah dalam kombinasi yang bervariasi.
10.  Menyediakan media untuk mengkaji materi standar: memberikan pengalaman yang bervariasi melalui medi pembelajaran, dan sumber belajar yang berhubungan dengan materi standar.
11.  Menyesuaikan metode pembelajaran; menyesuaikan metode pembelajaran dengan kemampuan dan tingkat perkembangan peserta didik serta menghubungkan materi baru dengan sesuatu yang telah dipelajari.
12.  Memberikan nada perasaan: membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna, dan hidup melalui antusias dan semangat.
c.       Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey). Soetjipto dan Raflis dalam Abu Ahmad (1997: 109) mengemukakan peran guru sebagai pembimbing dalam melaksanakan proses belajar mengajar, sebagai berikut:
1.      Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan dimana, setiap siswa merasa aman dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian. Suasana yang demikian dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa.
2.      Mengusahakan agar siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat dan pembawaannya.
3.      Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang baik. Tingkah laku siswa yang tidak matang dalam perkembangn sosialnya dapat merugikan dirinya sendiri maupun teman-temannya.
4.      Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Guru dapat memberikan fasilitas waktu, alat atau tempat bagi para siwa untuk mengembangkan kemampuannya.
5.      Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minatnya. Berhubung guru relatif lama bergaul dengan siswa, maka kesempatan tersebut dapat dimanfaatkan untuk memahami potensi siswa. Guru dapat menunjukan arah minat yang cocok dengan bakat dan kemampuannya. Melalui penyajian materi pelajaran, usaha bimbingan usaha bimbingan tersebut dapat dilaksanakan. Di samping itu, guru juga dapat melakukan tugas-tugas bimbingan dalam proses pembelajaran sebagai berikut:
1.      Melaksanakan kegiatan diagnostik kesulitan belajar. Dalam hal ini guru mencari tahu atau mengidentifikasi sumber-sumber kesulitan belajar yang dialamin oleh siswa, dengan cara: (a) menandai siswa yang diperkirakan mengalami masalah, dengan jalan melihat prestasi belajarnya yang paling rendah atau berada di bawah nilai rata-rata kelasnya, (b) mengidentifikasi mata pelajaran dimana siswa mendapat nilai rendah, (c) menelusuri bidang/bagian dimana siswa mengalami kesulitan yang menyebabkan nilainya rendah. Dengan demikian, dapat ditemukan salah satu sumber penyebab timbulnya kesulitan belajar, (d) melaksanakan tindak lanjut, apakah perlu pelajaran tambahan, dengan bimbingan dari guru secara khusus, atau tindakan-tindakan lainnya.
2.      Guru dapat memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan guru dapat dialihtangankan kepada konselor yang ada di sekolah atau kepada ahli lain yang dianggap bisa menangani masalah terserbut. Perlu diingat bahwa pembimbing yang terdekat dengan siswa  adalah guru (Oemar Hamalik, 2010:124).
d.      Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan seorang peserta didik tidak akan mampu menunjukan penguasaan kmpetensi dasar, dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta dididk dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi masiing-masing.
Pelatihan yang dilakukan, disamping harus memperhatikan kompetensi dasar dan materi standar, juga harus mampu memperhatikan perbedaan individul peserta didik dan lingkungannya. Untuk itu, meskipun tidak mencakub semua hal dan setiap hal secara sempurna, karena hal itu adalah tidak mungkin. Benar bahwa guru tidak dapat mengetahui sebanyak yang harus diketahui, tetapi dibanding dengan orang yang belajar bersamanya dalam bidang tertentu yang menjaditanggung jawabnya, ia harus lebih banyak tahu. Meskipun demikian, tidak mustahil kalau suatu ketika menghadapi kenyataan bahwa guru tidak tahu tentang sesuatu yang seharusnya tahu. Untuk itu guru harus selalu belajar, belajar sepanjang hayat, dan belajar adalah sesuatu yang tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
Pelaksanaan fungsi ini tidak harus mengalahkan fungsi lain, ia tetap sadar walaupun tahu, tidak harus memberitahukan semua yang diketahuinya. Secara didaktis, guru menciptakan situasi agar peserta didik berusaha menemukan sendiri apa yang seharusnya diketahui. Guru harus bisa menahan emosinya untuk menjawab semua pertanyaan yang ditunjukan kepadanya, sehingga kewenangan yang dimiliki tidak membunuh kreativitas peserta didik.
e.       Guru Sebagai Penasihat dan Motivator
Guru adalah seorang penasihat  peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk mensihat orang. Banyak guru cenderung menganggap bahwa konseling terlalu banyak membicarakan klien, seakan-seakan berusaha mengatur kehidupan orang dan oleh karenya mereka tidak senang melaksanakan fungsi ini. Padahal menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaan, kegiatan pembelajaran pun meletakkanya pada posisi tersebut. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputuasan, dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Peserta didik akan menemukan sendiri dan secara mengherankan, bahkan mungkin menyalahkan apa yang ditemukannya, serta akan mengadu kepada guru sebagai orang kepercayaan. Makin efektif guru menangani setiap permasalah, makin banyak kemungkinan peserta didik berpaling kepadanya untuk mendapatkan nasihat dan kepercayaan guru.
Selain sebagai penasehat, guru juga merupakan pemberi motivasi (motivator). Motivasi merupakan perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik, 2010:158). Motivasi juga dapat diartikan kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar ( Dimayanti dan Mudjiono, 2006: 80). Selain motivasi internal, motivasi eksternal juga merupakan hal yang sangat penting. Peserta didik membutuhkan motivator terhebat yang menggerakan mentalnya. Guru merupakan salah satu oknum yang bertanggungjawab. Guru adalah motivator bagi peserta didik melalui kebiasaan guru membaca buku, karena anak didik biasanya selalu mengikuti perilaku guru membaca ( Syatra, Nuni Yusvavera, 2013:149). Perlu dingat bahwa  peserta didik sangat membutuhkan motivasi dari guru. Karena pada kenyataan terkadang guru hanya bertindak sebagai pemberi materi (pengajar). Oleh karena itu bertindaklah seperti guru yang yang sebenarnya, bukan hanya sekedar guru.
f.       Guru Sebagai Innovator
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya dengan pengalaman orang tua memiliki arti yang banyak dari pada nenek moyang kita. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari pengalaman manusia yang  harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan. Guru harus menjembatani jurang ini bagi peserta didik, jika tidak maka hal ini dapat mengambil bagian dalam proses belajar yang berakibat tidak menggunakan potensi yang dimilikinya. Tugas guru adalah memahami bagaimana keadaan jurang pemisah ini dan bagaimana menjembatani secara efektif. Jadi yang menjadi dasar adalah pikiran-pikiran tersebut, dan cara yang dipergunakan untuk mengekspresikan dibentuk oleh corak waktu ketika cara-cara tadi dipergunakan. Bahasa memang alat untuk berpikir melalui pengamatan yang dilakukan dan menyusun kata-kata serta menyimpan dalam otak, terjadilah pemahaman sebagai hasil belajar. Hal tersebut selalu mengalamin perubahan dalam setiap generasi, dan perubahan yang dilakukan melalui pendidikan akan memberikan hasil yang positif
            Unsur yang hebat dari manusia adalah kemampuannya untuk belajar dari pengalaman orang lain. Kita menyadari bahwa manusia normal dapat menerima pendidikan, dengan memiliki kesempatan yang cukup, ia dapat mengambil bagian dari pengalaman yang bertahun-bertahun, proses belajara serta prestasi manusia dan mewujudkan pengalaman  yang terbaik dalam suatu keperibadian yang unik dalam jangka waktu tertentu.Manusia tidak terbatas pada pengalaman pribadinya, melainkan dapat mewujudkan pengalaman pribadinya dari semua waktu dan dari setiap kebudayaan. Dengan demikian, ia dapat berdiri bebas pada saat terbaiknya dan guru tidak sensitif adalah buta akan arti kompetensi profesional.
g.      Guru Sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang mengganggap dia sebagai guru. Tedapat kecendrungan yang besar untuk meenganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Keperihatinan, kerendahan, kemalasan dan rasa takut, secara terpish ataupun bersama-sama bisa menyebabkan seseorang berpikir atau berkata “ jika saya harus menjadi teladan atau dipertimbangka untuk menjadi model maka pembelajaran bukanlah pekerjaan yang tepat bagi saya. Saya tidak cukup baik untuk diteladani, di samping saya sendiri ngin bebas untuk menjadi diri sendiri dan untuk selamanya tidak ngin menjadi teladan untuk orang lain. Jika peserta didik harus memeiliki model, biarlah mereka menemukan dimanapun. Alasan tersebut tidak dapat dimengerti, mungkin dalam hal tertentu dapat diterima tetapi mengabaikan atau menolak aspek fundamental dari sifat pembelajaran. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan ketika sesorang guru tidak mau menerima ataupun menggunakan secara konstruktif maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Peran dan fungsi ini patut dipahami dan perlu menjadi beban yang memberatkan, sehingga dengan keterampilan dan kerendahan hati akan memperkaya arti pembelajaran.
Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungnnya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan itu, beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian dan bila perlu didiskusikan para guru.
a.       Sikap dasar: postur psikologis yang akan nampak dalam masalah masalah penting, seperti keberhasilan, kegagaglan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antara manusia, agama dan pekerjaan.
b.      Bicara dan gaya bicara: penggunaan bahasa sebagai alat berpikir.
c.       Kebiasaan bekerja: gaya yang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang ikut mewarnai kehidupannya.
d.      Sikap melalui pengalaman dan kesalahan: pengertian hubungan antara luasnya pengalaman dan nilai serta tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan.
e.       Pakaian: merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakan ekspresi seluruh keperibadian.
f.       Hubungan kemanusian: diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana berperilaku.
g.      Proses berpikir: cara yang digunakan oleh pikiran dalam menghadapi dan memecahkan masalah.
h.      Perilaku neurotis: suatu pertahanan yang dipergunakan untuk melindungi diri dan bisa juga menyakitkan orang lain.
i.        Selera: pilihan yang secara jelas merefleksikan nilai-nilai yang  dimiliki oleh seorang pribadi yang bersangkutan.
j.        Keputusan: keterampilan rasional dan intuitif yang dipergunakan untuk menilai setiap situasi.
k.      Kesehatan: kualitas tubuh, pikiran dan semangat yang merefleksikan kekuatan, perspektif, sikap tenang, antusias dan semangat hidup.
l.        Gaya hidup secara umum: apa yang dipercaya oleh seseorang tentang setiapa aspek kehidupan dan tindakan untuk mewujudkan kepercayaan itu.

h.      Guru Sebagai Pribadi
Sebagai individu yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, guru harus memiliki keperibadian yang mencerminkan seorang pendidik. Tuntutan akan keperibadian sebagai pendidik kadang-kadang dirasakan lebih berat dibanding profesi lainnya. Ungkapan yang sering ditiru adalah “ guru bisa digugu dan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani.
Ujian berat bagi guru dalam keperibadian ini adalah rangsangan yang memancing emosinya. Kestabilan emosi amat diperlukan, namun tidak setiap orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan, dan memang diakui bahwa tiap orang memiliki temperamen yang berbeda dengan orang lain. Untuk keperluan tersebut, upaya dalam bentuk latihan mental akan sangat berguna. Guru yang mudah marah akan membuat peserta didik takut, dan ketakutan mengakibatkan kurangnya minat untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi karena ketakutan menimbulkan kekuatiran. Kekuatiran laksana sebuah torpedo yang menyerang dari bawah, dari tingkat yang terdalam, atau “inti” diri sendiri dan kekuatiran tersebut berada pada tingkat yang kita alami sebagai subyek yang dapat bertindak dalam sebuah dunia obyek-obyek. Maka dalam tingkat apapun kekuatiran cenderung menggerogoti dan menghancurkan kesadaran kita akan keberadaan diri sendiri ( Rolo May, 1993 : 39).
Sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olahraga, keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan untuk bergaul harus dumiliki, sebab kalu tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.
Salah satu hal yang perlu dipahami guru untuk mengefektifkan proses pembelajaran adalah bahwa semua manusia (peserta didik) dilahirkan dengan rasa ingin tahu yang tak pernah terpuskan dan mereka semua memilikin potensi untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Misalkan kita memberikan mainan kepada seorang bayi, perhatikan bagaimana asyiknya ia memainkan mainannya, menggerak-gerakan seluruh tubuhnya sebagai reaksi terhadap maianan tersebut, memutar dengan tangan, meenggigit atau memasukan mainan ke dalam mulutnya. Semuanya itu dilakukan karena rasa ingin tahunya terhadap mainan.
i.        Guru Sebagai Peneliti
Pembelajaran merupakan seni yang dalam pelaksanaanya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian, yang di dalamnya melibatkan guru. Oleh karena itu guru adalah seorang pencari atau peneliti. Dia tidak tahu dan dia tahu bahwa dia tidak tahu, oleh karna itu dia sendiri merupakan subyek pembelajaran. Dengan kesadaran bahwa ia tidak mengetahui tentang sesuatu maka ia akan berusaha mencarinya melalui kegiatan penelitian. Usaha untuk mencari sesuatu itu adalah mencari kebenaran, seperti seorang ahli filsafat yang senantiasa mencari, menemukan dan mengemukakan kebenaran.
Kebutuhan untuk mengetahui merupakan kebutuhan semua manusia. Dalam diri orang tua ia menjadi lebih sistematis, lebih terarahkan, mengekspresikan dirinya secara khusus sebagaimana profesi itu atau dalam penyelidikan yang lebih umum dari pada ilmuwan, penyair dan peramal. Bagi remaja, usaha untuk mengetahui bersifat umum dan tidak dilakukan dengan baik, sedangkan pada anak-anak merupakan hal yang dialami. Sebagai peneliti, guru tidak berpura-pura mencari tahu tentang sesuatu, karena hal itu merupakan pekerjaan lain, berbeda dengan yang dilakukan oleh anak-anak.
Menyadari akan kekurangannya, guru berusaha mencari apa yang belum diketahui untuk meningkatkan kemapuan dalam melaksanakan tugasnya. Bagaimana menemukan apa yang tidak diketahuinya? Sebagai orang yang telah mengenalu metodologi tentunya ia tahu pula apa yang seharusnya dikerjakan, yakni penelitian.
j.        Guru Sebagai Pendorong Kreativitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukan proses kreativitas tersebut. Kreativitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan ciri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecendrungan untuk menciptakan sesuatu.
Sebagai orang yang kreatif, guru menyadari bahwa kreativitas merupakan yang universal dan oleh karenya semua kegiatan ditopang, dibimbing dan dibangkitkan oleh kesadaran itu. Ia sendiri adalah seorang kreator dan motivator di pusat proses pendidikan. Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilianya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukan bahwa apa yang dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya dan apa yang dikerjakan di masa mendatang lebih baik dari sekarang.
k.      Guru Sebagai Pembangkit Pandangan
Dunia ini panggung sandiwara, yang penuh dengan berbagai kisah dan peristiwa, mulai dari kisah nyata sampai yang direkayasa. Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada peserta didik. Mengembangkan fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolahnya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini. Guru tahu ia tidak dapat membangkitkan pandangan tentang kebesaran kepada peserta didik jika ia sendiri tidak memilikinya. Oleh karena itu, para guru perlu dibekali dengan ajaran tentang hakekat manusia dan setelah mengenalnnya akan mengenal pula kebesaran Tuhan yang menciptanya.
Pandangan tentang manusia dipengaruhi oleh pengetahuan tentang sejarah manusia itu. Banyak pemikir yang telah mengekspresikan gagasannya tentang manusia, sikap dan kepercayaan manusia, sehingga beda pandangan tentang manusia, sikap dan kepercayaan manusia mengakibatkan perbedaan perlakuan. Kita tahu bahwa suatu masa ketika terdapat perbudakan dan kita tahu pula munculnya perlawanan terhadap perbudakan manusia. Manusia itu sendiri merupakn bagian dari sejarah yang di dalamnya terdapat perkembangan pemikiran manusia misalnya dari belum mengenal Tuhan menjadi mengenal Tuhan.
Melalui contoh-contoh para pemikir dan pejuang martabat manusia di mata manusia yang lain, guru akan mampu menanamkan pandangan yang positif terhadap martabat manusia ke dalam peserta didik. Kita tidak ingin peserta didik menjadi orang yang akan memperbudak orang lain, melainkan menjadi orang yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sehingga terjadi kehidupan bermasyarakatayang sejahtera lahir batin.
L. Guru Sebagai Pemindah Kemah
Hidup ini selalu berubah, dan guru adalah seorang pemindah kemah yang suka memindah-mindahkan, dan membantu peserta didik meninggalkan hal lama menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk mengetahui masalah siswa, kepercayan dan kebiasaan yang menghalangi kemajuan, serta membantu menjauhi dan menninggalkannya untuk mendapatkan cara-cara baru yang lebih sesuai. Untuk menjalankan fungsi ini guru harus memahami mana yang tidak bermanfaat dan barangkali membahayakan perkembangan peserta didik dan memahami mana yang tidak bermanfaat.
Guru dan peserta didik bekerjasama mempelajari cara baru dan meninggalkan keperibadian yang telah membantunya mencapai tujuan dan menggantinya dengan tuntutan masa kini. Proses ini menjadi suatu transasksi bagi guru dan peserta didik dalam pembelajaran.
Dalam setiap aspek, perkembangan keperibadian memiliki ciri khusus sehubungan dengan tuntutan kenyataan yang efektif dilihat dari segi waktu dan tempat. Ketika terjadi perubahan tuntutan terhadap cara berperilaku, peserta didik dan guru harus segera menyesuaikan dan memenuhi tuntutan baru, serta menninggalkan kebiasaan lama yang tidak lagi memenuhi kebutuhan tuntutan.
Pendidikan yang baik dan guru yang efektif berusaha memikirkan perkembangan keperibadian peserta didik dan kehidupan, tetapi guru pun adalah pribadi, dan merupakan bagian dari proses pendidikan. Sebagai suatu lembaga, pendidikan seringkali mengarah pada kristalisasi yang mempertahankan apa yang telah ada, dibanding memikirkan pertumbuhan anak dan kehidupan.
Banyak hal bisa dilakukan guru untuk memelihara pertumbuhan keperibadian. Pertama, bisa menjadi orang yang siap dengan pengertian, seperti konflik antara keinginan untuk tetap dan untuk berubah, serta menyadari dan tidak menyadari. Kedua, berusaha keras untuk memberikan pengalaman yang luas, sehingga memungkinkan peserta dididk menilai keberadaannya sehubungan dengan pengalamannya. Ketiga, guru “swinger”, yang berpindah dari suatu posisis ke posisi lain, khususnya dalam ide. Fungsi demikian terjadi dalam pembelajaran ketika peserta didik telah berhasil memecahkan suatu masalah, dan berpindah ke masalah lain. Dalam hal ini, guru juga adalah pembelajar tetap dari drama perkembangan manusia, dengan banyak membaca, melakukan observase terhadap pengalamannya sendiri untuk mencapai pemahaman tentang kehidupan. Dalam hal ini, peran guru adalah memberikan kesempatan untuk menjalani kehidupan dan mengajarkan keberadaan bahwa perjalanan lebih penting daripada tujuan, dan proses lebih berarti daripada hasil akhir.
M. Guru Sebagai Emansipator
Dengan kecredikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan dan menyadari bahwa kebanyakan insan adalah “budak” stagnasi kebudayaan. Ketika masyarakat membicarakan rasa tidak senang kepada peserta didik tertentu, guru harus mengenal kebutuhan peserta didik tersebut akan pengalaman, pengakuan dan dorongan. Dia tahu bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan peserta didik dari “self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak dan rendah diri.
Untuk memiliki kemampuan melihat sesuatu yang tersirat, perlu memanfaatkan pengalaman selama bekerja, ketekunan, kesabaran dan tentu saja kemampuan menganalisis fakta yang dilihatnya, sehingga guru mampu mengubah keadaan peserta didik dari status “terbuang” menjadi dipertimbangkan oleh masyarakat. Guru telah melaksanakan fungsinya sebagai emansipator, ketika peerta didik yang telah menilai dirinya sebagai pribadi yang tak berharga merasa dicampakan oleh orang lain atau diuji dengan berbagai kesulitan sehingga hampir putus asa, diperlukan ketelatenan, seni memotovasi agar timbul kembali kesadaran dan bangkit kembali harapannya.

2.2 Kesalahan yang Sering dilakukan Oleh Guru
Dari berbagai kajian menunjukan bahwa sedikitnya terdapat tujuh kesalahan yang sering dilakukan guru dalam pembelajran ( Mulyasa,2009: 20) adalah sebagai berikut:

a.      Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran
Tugas guru yang paling utama adalah mengajar dalam pengertian menata lingkungan agar terjadinya kegiatan belajar pada peserta didik. Berbagai kasus menunjukan bahwa di antara para guru banyak yang merasa dirinya sudah dapat mengajar denga baik, meskipun tidak dapat menunjukan alasan yang mendasari asumsi tersebut. Asumsi keliru tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas, sehingga bannyak guru yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, baik dalam perencanan, pelaksanaan, maupun evaluasi.
Guru harus menyadari bahwa mengajar memiliki sifat yang sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan. Aspek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa mengajar di sekolah berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan, karena itu guru harus mampu mendampingi peserta didik menuju kesuksesan belajar atau kedewasaan. Aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa peserta didik yang belajar pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga menuntut materi yang berbeda pula. Demikian halnya kondisi peserta didik , kompetensi dan tujuan yang harus mereka capai juga berbeda. Selain itu, aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri sangat bervariasi, seperti belajar menghafal, keterampilan motorik, belajar konsep, belajar sikap (Mulysa, dalam Gagne 1984: 21). Aspek didaktif menunjuk pada pengaturan belajar peserta didik oleh para guru yang menuntut berbagai prosedur didaktis, berbagai cara mengelompokan peserta didik dan berbagai ragam media pembelajaran.
Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian informasi kepada peserta didik. Guru harus memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan belajar.
Agar tidak tergiur untuk mengambil jalan pintas dalam pembelajaran guru hendaknya memandang pembelajaran sebagai suatu sistem, yang jika salah satu komponen terganggu maka akan menganggu seluruh sistem tersebut.
b.      Menunggu Peserta Didik Berperilaku Negatif
Dalam pembelajaran di kelas, guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik yang semuanya ingin diperhatiakan. Peserta didik akan berkembang secara optimal melalui perhatian guru yang positif, sebaliknya perhatian yang negatif akan menghambat perkembangan peserta didik, mereka juga menganggap bahwa mengajar adalah memberikan sejumlah pengetahuan kepada peserta didik. Tidak sedikit guru yang mengabaikan perkembangan keperibadian, serta lupa memberikan pujian kepada mereka yang berbuat baik dan tidak membuat masalah. Biasanya guru baru memberikan perhatian kepada peserta didik ketika ribut, tidak memperhatikan, atau mengantuk di kelas, sehingga menunggu peserta didik berperilaku buruk. Kondisi tersebut seringkali mendapat tanggapan yang salah dari peserta didik, mereka beranggapan bahwa jika ingin mendapat perhatian dari guru maka harus berbuat salah. Berbagai penelitian menunjukan bahwa kebanyakan peserta didik tidak tahu bagaimana cara yang tepat mendapat perhatian dari guru, orang tua dan masyarakat, tetapi mereka tahu bagaimana cara menganggu teman dan cara membuat keributan serta perkelahian, dan ini kemudian yang mereka gunakan untuk mendapat perhatian.
c.       Menggunakan Destructive Discipline
Akhir-akhir ini banyak perilaku negatif yang dilakukan oleh para peserta didik, bahkan melampau batas kewajaran karena telah menjurus pada tindak melawan hukum, melanggar tata tertib, melanggar norma agama dan telah membawa akibat yang sangat merugikan masyarakat. Demikian halnya dengan pembelajaran, guru akan menghadapi situasi-situasi yang menuntut mereka harus melakukan tindakan disiplin.
Seperti alat pendidikan lain jika guru tidak memiliki rencana tindakan yang benar, maka dapat melakukan kesalahan yang tidak perlu. Seringkali guru memberikan hukuman kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kesalahan yang dilakukannya, tidak jarang guru yang memberikan hukuman melampau batas kewajaran pendidikan, dan banyak guru yang memberikan hukuman kepada peserta didik tanpa melihat latar belakang kesalahan. Selain itu, guru juga jarang sekali mengoreksi pekerjaan peserta didik dan mengembalikannya dengan berbagai komentar, kritik dan saran untuk kemajuan peserta didik. Yang sering dialami oleh peserta didik adalah bahwa guru sering memberi tugas, tetapi tidak pernah memberikan umpan balik terhadap tugas-tugas yang dikerjakan.
Kesalahan-kesalahan seperti diuraikan di atas dapat mengakibatkan upaya penegakan disiplin menjadi kurang efektif, dan merusak keperibadian serta harga diri peserta didik. Agar kita tidak melakukan kesalahan dalam melakukan disiplin beberapa hal yang perlu diperhatikan: (1) disiplinkan peserta didik ketika suasana hati guru tenang, (2) gunakan disiplin secara tepat waktu dan tepat sasaran, (3) hindari menghina dan mengejek peserta didik, (4) pilihlah hukuman yang bisa dilaksanakan secara tepat, (5) gunakan disiplin sebagai alat pemeblajaran.
d.      Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik
Kesalahan lain yang sering dilakukan oleh guru adalah mengabaikan perbedaan peserta didik. Sunarto, dkk 2006 ( Garry, 1963 : 11) mengkategorikan perbedaan individual ke dalam bidang- bidang berikut:
1.      Perbedaan Kognitif
Menurut Bloom, proses belajar baik di sekolah maupun diluar sekolah, menghasilkan tiga pembentukan kemampuan yaitu kemapuan kognitif, afektif dan psikomotor. Kemampuan kognitif mengambarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tiap-tiap orang. Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Sebagaimana diketahui bahwa hasil belajar merupakan perpaduan antara faktor pembawaan dan lingkungan. Faktor dasar yang berpengaruh menonjol pada kemampuan kognitif dibedakan dalam bentuk lingkungan alamiah dan lingkungan yang dibuat.Tingkat kemampuan kognitif tergambar pada hasil belajar yang diukur dengan tes hasil belajar.
2.      Perbedaan individual dalam kecakapan bahasa
Bahasa merupakan salah satu kemampuan individu yang sangat penting dalam kehidupannya. Kemampuan individu yang sangat penting dalam berbahasa berbeda-beda. Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis dan sistematis.
Apabila latar belakang keluarga  kaya dengan kultur, anak akan mendapat keuntungan dalam hal perbendaharaan bahasa dan seni demikian pada kondisi sebaliknya. Logis bahwa anak-anak yang masuk sekolah dasar sekitar umur 6 tahun, tingkat kematangan mental dan kemampuan berbahasa mereka berbeda-beda.
3.      Perbedaan dalam Latar Belakang.
Dalam suatu kelompok siswa pada tingkat amanpun, perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau menghambat prestasinya, terlepas dari potensi individu untuk menguasai bahan pelajaran. Pengalaman-pengalaman belajar yang dimiliki anak di rumah mempengaruhi kemauan untuk berprestasi dalam situasi belajar yang disajikan.
Minat dan sikap terhadap sekolah dan mata pelajaran tertentu, kebiasaan-kebiasaan kerja sama, kecakapan atau kemauan untuk berkonsentrasi pada bahan-bahan pelajaran dan kebiasaan-kebiasaan belajar semuanya merupakan faktor perbedaan di antara para siswa.
4.      Perbedaan dalam Bakat
Bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat. Sebaliknya bakat tidak akan berkembang sama sekali, manakala lingkungan tidak memberikan kesempatan untuk berkembang, dalam arti tidak ada rangsangan dan pemupukan yang menyetuhnya. Dalam hal inilah makna pendidikan menjadi penting artinya.
e.       Merasa Paling Pandai
Kesalahan lain yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah merasa paling pandai di kelasnya. Kesalahan ini berangkat dari kondisi bahwa pada umumnya para peserta didik di sekolah usianya relatif lebih muda dari pada gurunya, sehingga guru merasa bahwa peserta didik tersebut lebih bodoh dibanding dirinya, peserta didik dipandang sebagai gelas yang perlu diisi air ke dalamnya. Perasaan ini sangat menyesatkan, karena kondisi seperti sekarang  ini peserta didik dapat belajar melalui internet dan berbagai media masa yang mungkin guru belum memahaminya. Hal ini terjadi terutama di kota-kota, ketika peserta didik datang dari keluarga kaya yang di rumahnya memiliki berbagai sarana, dan prasarana belajar yang lengkap, serta berlangganan koran dan majalah yang mungkin lebih dari satu edisi, sementara guru belum menikmatinya. Jika ini benar terjadi maka guru harus demoktratis untuk bersedia belajar kembali, bahkan belajar dari peserta didik sekalipun.
f.       Tidak Adil ( Diskriminatif)
Pembelajaran yang baik dan efektif adalah yang mampu memberikan kemudahan belajar bagi peserta didik secara adil dan merata, sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Keadilan dalam pembelajaran merupakan kewajiban  guru dalam pembelajaran, dan hak peserta didik untuk memperolehnya. Dalam prakteknya banyak guru yang tidak adil sehingga merugikan perkembangan peserta didik dan ini merupakan kesalahan yang sering dilakukan oleh guru terutama dalam penilaian. Penilaian merupakan upaya untuk memberikan penghargaan kepada peserta didik sesuai dengan usaha mereka dalam pembelajaran. Oleh karena itu dalam memberikan penilaian harus secara adil dan benar-benar merupakan cermin dari perilaku peserta didik. Namun demikian, dalam pelaksanaannya tidak sedikit guru yang menyalahguanakan penilaian, misalnya sebagai ajang untuk menyakurkan kasih sayang di luar tanggungjawabnya sebagai guru.


g.      Memaksa Hak Peserta Didik
Memaksa hak peserta didik merupakan kesalahan yang sering dilakukan guru, sebagai akibat dari kebiasaan guru berbisnis dalam pembelajaran, sehingga menghalalkan segala cara untuk mendapat keuntungan. Guru boleh saja memiliki pekerjaan sampingan, memperoleh penghasilan itu sudah menjadi haknya tetapi tindakannya memaksa bahkan mewajibkan peserta didik untuk membeli buku tertentu sangat fatal serta kurang bisa digugu dan ditiru. Sebatas menawarkan boleh saja, tetapi kalau memaksa kasihan bagi orang tua yang tidak mampu.




















BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Guru merupakan salah satu komponen terpenting dalam sebuah sistem pendidikan. Tanpa guru pendidikan tidak akan berjalan. Ada beberapa peran yang harus dilakukan oleh seorang guru diantaranya adalah guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, innovator, model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pemindah kemah, emansipator.
Selain peran guru, ada beberapa kesalahan yang sering dan terkadang tidak disadari oleh guru antara lain, mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, menunggu peserta didik berperilaku negatif, menggunakan desctructive discipline, mengabaikan perbedaan peserta didik, merasa diri paling pandai, tidak adil, dan memaksa hak peserta didik. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh guru seharusnya diperbaiki. Guru harus bisa merefleksikan diri tentang apa yang dia lakukan pada peserta didik. Selalu menyadari akan kekurangan diri dan siap dikritik merupakan salah satu cara untuk membangun pendidikan menjadi lebih baik. Jangan selalu merasa diri hebat dan benar. Jadilah pribadi guru yang selalu ingin maju baik dari segi intelek maupun moral.
3.2 Saran
Pada penyajian makalah ini mungkin terdapat berbagai kekurangan baik dari segi materi maupun penulisan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sehingga penulis bisa memperbaiki diri dalam penulisan makalah selanjutnya.


Dimayanti & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hamalik, Oemar. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
May, Rollo.1996. Manusia Mencari Dirinya. Jakarta: Mitra Utama.
Nuni, Y. S. 2013: Desain Relasi Efektif Guru & Murid. Jogjakarta: Buku Biru.
Soetjipto & Raflis. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sunarto & Agung Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Rineka  Cipta.