Senin, 05 Januari 2015

Quo Vadis Kurikulum kita?

Mau Dibawa Kemana Kurikulum kita? Berbicara mengenai pergantian kurikulum bukan merupakan hal asing. Setiap kali menteri pendidikan diganti, kurikulum juga pasti diganti. Atau dengan kata lain pergantian menteri pendidikan berbanding lurus dengan kurikulum. Sebenarnya hal ini tidak dipermasalahakan. Hanya saja, perlu dipikirkan dan dianalais dengan baik tentang dampak-dampak yang akan terjadi. Jika saya menilai, pergantian kurikulum yang kerap kali terjadi di Indonesia tidak banyak membawa perubahan positif. Banyak lembaga pendidikan khususnya guru-guru yang mengeluh mengenai pergantian kurikulum. Contohnya, seorang guru pernah men-share mengenai kesulitan kurikulum 2013. Beliau mengatakan, hal yang paling sulit dalam pelakanaan kurikulum 2013 adalah penilaian. Instrumen penilaian yang banyak membuat guru agak kesulitan. Bayangkan saja setiap kali pertemuan harus ada intrumen penilaian baik dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada umumya instrumen yang dibuat hanya sebagai simbol saja dan dalam pelaksanaannya instrumen penilaian diberikan kepada siswa satu kali setiap semester. Selain itu, hal penting yang harus dipelajari lagi adalah tentang isi kurikulum. Jika saya menilai semua kurikulum di Indonesia baik dari tahun 1975, 1984 sampai 2004 tidak ada perubahan yang signifikan. Perubahan kurikulum dari 1975, 1984, sampai kurikulum 2003 (KBK), 2004 (KTSP) dan 2013, intinya adalah berubah dari guru sebagai penceramah utama menjadi guru sebagai fasilitator/siswa proaktif. Umumnya, kurikulum menjadikan tujuan pembelajaran sebagai saran untuk mempeoleh nilai bukan sebagai alat untuk mengembangkan kreativitas siswa. Mengapa saya mengatakan demikian? Dalam implementasi kurikulum pada setiap lembaga pendidikan hal yang diperioritaskan adalah tujuan pembelajaran yang mengacu pada kemampuan siswa untuk memahami teori, bukan kemampuan siswa dalam berkreativitas dan berinovasi. Kurikulum 2013 memang sudah dirancang dengan baik dimana dalam tujuan pembelajaran dicantumkan mengenai beberapa hal seperti kamampuan siswa memahami materi pelajaran (kognitif), kemampuan siswa bereksperimen dan menciptakan benda/ barang (keterampilan/skill) dan sikap siswa dalam mengikuti pelajaran (afektif). Dengan kata lain, kurikulum 2013 dibuat agar tujuan pembelajaran bukan saja sebagai wadah untuk memperoleh nilai, tetapi juga merupakan suatu alat/sarana untuk mengembangkan keterampilan siswa. Akan tetapi, dalam implementasi kurikulum 2013 mengalami berbagai hambatan. Terlepas dari masalah penilaian, hal lain yang terjadi adalah sarana dan prasaran yang ada di lingkungan sekolah khususnya di daerah terpencil. Hal inilah yang membuat pelaksaan kurikulum 3013 tidak merata di seluruh Indonesia. Saya juga setuju dengan kebijakan pemerintah yang menyarankan agar kurikulum 2013 diterapkan untuk beberapa wilayah di Indonesia. Mengingat sarana dan prasana yang berbeda di setiap sekolah. Memang ada sebagian orang yang berasumsi bahwa keputusan itu terkesan ‘deskriminasi’, tetapi sebenarnya baik dan tujuannya sama agar pendidikan Indonesia menjadi lebih baik. Saya berharap, apapun keadaanya pendidikan Indonesia akanmenjadi lebih baik dan maju. Marilah kita bersama-sama, bahu-membahu bekerja keras agar Indonesia menjadi lebih baik. Kurangi sikap mengkritik tetapi menjatuhkan, belajarlah untuk berkomitmen terhadap apa saja yang telah diputuskan. SEMANGATTT INDONESIAKU!!!